Rabu, 24 September 2014

Resensi Novel 'Bait-bait Suci Gunung Rinjani'

Share it Please

Identitas Buku
Judul               : Bait-bait Suci Gunung Rinjani
Pengarang       : Khairul ‘Ujang’ Siddiq
Penerbit           : Dian Rakyat
Tebal buku      : 310 halaman
Cetakan           : Cetakan pertama 2009

Kepengarangan
Khaerul Siddiq, atau lebih dikenal dengan Ujang Anjalis. Anjalis akronim nama dari Anak-anak Jalanan Islam. Dengan latar belakang sebagai anak jalanan yang tidak bisa melanjutkan sekolah namun tetap bisa memberikan karya dan sumbangsih pada masyarakat. Kehidupan yang terbiasa dengan keras dan panasnya kota lantas tak membuatnya larut. Malah kian membangkitkan semangatnya untuk tetap bermanfaat dan menjaga interaksi dengan Allah SWT. Mulai naik gunung, mengamen hingga memberdayakan anak-anak jalanan di Sanggar Potensi Anak Negeri. Dan selanjutnya mengeluarkan album bersama anak-anak jalanan dan novel  ‘Bait-bait Suci Gunung Rinjani’. Subhanallah.
Sinopsis
Fajar, tokoh utama dari novel ini. Adalah seorang pemuda asal Jakarta yang nyantri di Sukabumi. Daerah asal uminya. Dari umi seorang guru dan abi seorang ustadz, Fajar tumbuh sebagai pemuda yang santun, berikut juga adiknya, Intan. Sepeninggal abinya, Fajar diharapkan sebagai pemuda yang kuat dan bertanggung jawab laiknya abi. Untuk itu selain nyantri di Sukabumi, ia juga berternak ikan di kolam tak jauh dari pesantren sekaligus mengunjungi neneknya. Fajar suka tadabur alam, salah satunya adalah mendaki gunung. Dari sinilah, novel ini memulai kisahnya.
Di suatu libur di pesantren, Fajar bersama sahabatnya, Bambang, melakukan pendakian ke Gunung Rinjani, Lombok. Perjalanan dari Jakarta hingga menggapai ke puncak ia lakukan bersama Bambang dengan konyol dan hangatnya persahabatan khas pendaki. Watak Bambang yang jenaka ala anak ibukota mengimbangi dengan watak Fajar yang dewasa menjadi perjalanan yang menyenangkan. Pun ketika turun kembali ke basecamp di pos terakhir. Namun kisah yang sebenarnya dimulai dari sini.
Di pos terakhir Fajar dan Bambang bertemu dengan rombongan dari Bandung. Mereka adalah Ria, gadis tomboy yang cantik. Robi, pemimpin rombongan bersama pacarnya, Anis. Dan Aldo, cowok yang berusaha mendapatkan Ria, namun Ria tak menggubrisnya. Ria dan rombongan menyapa Fajar dan Bambang yang terlihat turun dari puncak untuk berkenalan dan meminta informasi kondisi di puncak. Saat Ria mengulurkan tangannya ke Fajar, lantas Fajar dengan senyum menelangkupkan telapak tanganya sebagai isyarat Fajar tidak mau bersentuhan dengan wanita yang bukan muhrimnya. Ia berpendirian teguh pada agamanya. Hal inilah yang membuat Ria penasaran dengan Fajar dan bahkan suka menggoda Fajar hingga Fajar acap kali jengkel dengannya. Memang watak Fajar dan Ria berbanding terbalik. Namun Fajar tetap tenang dengan perangainya yang santun.
Tragedipun terjadi saat Anis terkena hipotermia, namun Fajar dan Bambang juga ikut menolong Anis hingga keadaan membaik. Hal inilah yang memutuskan Robi dan timnya tidak muncak. Robi dan timnya memutuskan untuk ke Segara Anakan bersama Fajar dan Bambang esok harinya. Hingga ke Segara Anakan pun Ria tetap tak henti menggoda Fajar. Bahkan Ria berazzam akan ke puncak Rinjani suatu hari berdua bersama Fajar. Fajar lantas menolak, karena ia tak mungkin berdua dengan perempuan yang bukan muhrimnya. Perpisahan pun tiba saat Fajar dan Bambang harus kembali ke Jakarta sementara Robi dan timnya masih ada keperluan lain.
Fajar adalah pribadi yang baik. Di usianya saat ini, Fajar memang sudah pantas untuk menikah. Lantas Intan menjodohkan kakaknya itu dengan Imel, sahabat dekat Intan. Namun ketika azzam sudah diteguhkan sepasang kekasih ini, justru tragis kisah cinta yang dialami keduanya. Fajarpun berusaha melupakan wajah yang dikasihinya itu. Tak mau lama dalam kesedihan, Fajar mengunjungi teman lamanya di jalanan ibukota. Di sana Fajar melihat fenomena jalanan yang keras, mengusik jiwa sosialnya.
Libur pesantren berakhir, Fajar kembali ke Sukabumi. Membantu sesama adalah kesenangannya. Tak disangka ia bertemu dengan Anis. Anis kembali mengajak Fajar ke Gunung Rinjani dengan maksud napak tilas. Atas ijin dari umi dan pesantren, Fajar mengiyakan permintaan Anis.
Bait-bait Suci Gunung Rinjani, judul novel ini sangat indah menggambarkan kisahnya. Ria memenuhi janjinya ke puncak berdua bersama Fajar, tanpa harus Fajar melanggar tuntunan agamanya. Novel yang menggugah.
Kelebihan Buku
-          Menginspirasi untuk tadabur alam dengan prosedur dan tujuan yang mengena.
-          Mengemas pendakian, sosialitas dan kisah cinta dengan balutan dakwah.
-          Tidak terlalu tebal dengan judul yang luar biasa menggambarkan bait-bait sucinya.
Kekurangan Buku
-          Kisah umi dan abi memang syarat akan dakwah dan menjadi bagian yang enak dalam cerita, tapi sangat ditakutkan pembaca terjebak dalam kisah ini.
Kecocokan Buku
-          Novel ini sangat cocok untuk dibaca oleh para pendaki, pendakwah, pelajar/santri khususnya muda-mudi. Karena sosialitas di kehidupan jalanan, lingkungan keluarga dan pesantren, dan latar alam sangat mengalir.

Diresensi oleh:
Davit Evendi (089635550548)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Social Media

Follow Twitter Add Facebook