Senin, 29 September 2014

Mentoring tapi Agama??



Sempet ga ngerti maksud mentoring itu apa saat ikut Orientasi Mahasiswa Baru ada kegiatan Binroh (Bimbingan Rohani) dan salah satu acara Binroh adalah mentoring. OK aku mikir mungkin ada ceramah gitu. Yups.. bener memang ada ceramah dari ustadz atau pemateri. Tapi saat harus berkumpul dengan kelompok di mentoring aku mulai sedikit demi sedikit memahami apa mentoring dari kakak mentor. Hinga kini aku menjadi mentor sudah hampir 3 tahun ini di Telkom University.

STOP dulu.. Semakin banyak istilah asing yang ga faham.. Aku jelasin dengan bahasa simple-nya..
Mentoring adalah sarana pembinaan atau penasihat dalam suatu kepentingan atau urusan agar bisa mencapai tujuan tertentu. Misal kalian punya kelompok study club olimpiade kebumian, kalian pasti punya pembina atau pembimbing gitu kan? Dan pasti punya agenda-agenda untuk berpartisipasi dalam olimpiade dengan tujuan menang olimpiade. Nah kegiatan semacam itu termasuk mentoring. Kalian yang dibina disebut mentee dan yang membina kalian disebut mentor. Dengan kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan dan skill agar kalian menang dalam olimpiade. Analogi yang mudah bukan?

OK sekarang kita masukkan dengan agama, Islam tentunya. Kalian dulu pernah ngaji di TPA/TPQ atau di surau/langgar/masjid? Diajar oleh ustadz/ustadzah? Lalu bagaimana sekarang? Masih ngaji ga? Kebanyakan pasti jawab "Udah ga lagi.. hehe.." sambil nyengir. Alasan sebagian besar adalah  karena sudah tidak ada waktu lagi. Karena dituntut oleh banyak agenda yang semakin padat dengan semakin bertambahnya usia. Tapi anehnya selalu saja ada porsi buat main dan malah santai-santai. Meski ga main kelereng atau gasing lagi sih.. Ya ga? hayo ngaku!
Ya kecuali kalo kalian ada di pondok pesantren atau lembaga pendidikan berbasis Islam, pasti ada program khusus untuk tetap mempelajari Islam.

Dari itu muncul istilah mentoring untuk agama Islam. Mentoring hadir untuk memberikan fasilitas yang nyaman, have fun, penuh hikmah dan syarat ilmu agama pastinya. Program mentoring disusun tidak dengan ceramah saja. Ada diskusi, makan bareng, main bareng(dalam hal positif), ngaji alquran, dan banyak lagi. Mentoring ini hanya salah satu dari agenda tarbiyah. Rasulullah SAW pun pernah melakukan mentoring kepada keluarga dan para sahabatnya. Begitu juga para ulama yang lahir setelah beliau SAW hingga ke tanah air kita tercinta ini. Tentu istilah yang digunakan bukan dengan kata mentoring. Dan tentu juga ada program-program sendiri yang menyusun pembinaannya.

Dari mentoring ini akan dicapai tiga aspek yaitu jasadiyah, fikriyah dan ruhiyah. Jasadiyah adalah pada aspek jasad (fisik) seorang mentee maupun mentor yang sehat dan kuat yang mendukung dua aspek selanjutnya. Fikriyah pada kecerdasan fikiran sehingga mampu menganalisa logika dan menggunakannya untuk membaca tanda-tanda kebesaran Allah. Serta yang terpenting adalah ruhiyah atau rohani yang menambah keimanan kita kepada Allah SWT. Dengan didukung sistem yang teratur, program yang terarah, administrasi yang rapi, serta pengontrolan dan evaluasi secara kontinyu diharapkan tujuan dari mentoring ini dapat tercapai. Lewat semua itu bisa diaplikasikan hikmah dan nasihat dalam kehidupan sehari-hari sehingga generasi terbaik berhak kita sandang untuk bekal akhirat nanti. Aamiin..

WAW.. Luar biasa bukan? Yuk semangat mentoring!

"Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran." (QS. Al-Ashr,103:1-3)

Continue Reading...

Kamis, 25 September 2014

Mimpi Bocah Gembala

Mimpi itu memang aneh. Kalo ga aneh bukan mimpi katanya. Ya memang begitulah. Fenomena yang dialami saat kita tidur. Kita bisa melihat hal-hal yang kadang tidak kita temui di dunia nyata. Dan saat kita tengah masuk dalam kisah mimpi kita akan sering lupa untuk menceritakan kisah itu dalam dunia nyata pada orang lain. Begitu bukan?
Saya mencoba menuliskan beberapa potongan mimpi dalam sebuah kisah.
----------------------------

Gambar: kopicopi.blogspot.com

Jono, begitu kisah seorang bocah penggembala yang hanya punya kambing betina dengan 3 cempenya. Kambing itu adalah punya keluarga. Bapak dan Ibu Jono buruh serabutan. Jika ada orang butuh kuli batu atau buruh di sawah, diambillah pekerjaan itu. Begitu Jono kadang juga membantu kedua orang tuanya jika sedang mburuh.

Kumandang adzan maghrib dan gonggongan anjing para gladak saling beradu. Memanjat waktu meninggalkan sawah ladang untuk sholat. Sementara para gladak masih memburu tupai atau bajing di semak-semak sawah dan pohon kelapa yang sudah hendak berdiam dengan angin.

         "Guk.. guk.." anjing-anjing mencari tupai. Nafasnya terengah-engah sambil menjulurkan lidah. "Haa.. haa.. heaa.." tak mau ketinggalan para gladak mengikuti anjing-anjingnya.

                 "Haa.. haa.. ayo.. itu cari bajingnya" teriak Jono dengan kawan-kawannya yang ikut para gladak. Kaki bekas rendaman lumpur dan sekujur badan yang berdebu tanah membalut bocah itu. Meski kumandang adzan maghrib dari langgar kampung akan selesai, tak membuat bocah-bocah itu untuk pulang ke rumah. Sorot lampu senter para gladak berperang melawan gelap malam yang menjelang saat sang surya meninggalkan mereka. Jono melepas tali kambing betina dan menggiring pulang cempe-cempenya. Rumah tembok setengah bambu dengan bola lampu pijar samar terlihat. Ibunya juga baru pulang mburuh di sawah tetangga. Sementara bapaknya yang nguli belum pulang.

            "Kowe dari mana le? Kok baru pulang. Sudah cepet mandi dulu sana." Ibu menyuruh Jono agar mandi duluan sementara ibunya menyiapkan makan malam karena sebentar lagi ayah Jono pasti segera pulang. "Inggih bu."

                  "Ah.. segarnya air ini.." Sambil mengguyurkan air ke seluruh badannya. Ia basuh tangan-tangan yang lebam. Kaki-kaki penuh lumpur tanah dicucinya sampai bersih. seperti bersihnya bak mandi yang ditaruh ikan cakar maut untuk memakan lumut-lumut. Gayung plastik bekas sabun colek dipakainya. Digosok seluruh badannya dengan batu apung dan sedikit sabun di bibir bak mandi yang letaknya memang berdekatan.

Keluarga Jono adalah keluarga yang tidak begitu perhatian dengan agama. Yang penting bisa makan dan hidup tenang dengan keluarga sudah cukup buat mereka. Harapannya adalah pada Jono nanti semoga jadi orang yang lebih berada. Bersama kambing yang digembala Jono adalah harta yang harus dijaga oleh Jono untuk kebutuhan perut keluarga.

Jono berlari menghampiri teman-temanya yang hendak ke langgar. Sudah lumayan terlambat untuk sholat maghrib dan segera sholat agar saat ngaji tidak kena marah ustadz. Bukan niat karena sholat atau ngaji Jono bisa di langgar. Tapi karena ingin terus bersama teman-temannya Jono ada di situ. Kalau temannya tidak ngaji mungkin dia juga tidak akan ngaji. Dengan jalan tergopoh-gopoh mereka datang ke langgar yang terletak di samping Madrasah. Karena langgar itu dibangun dengan dana dari madrasah dan warga sekitar. Langgar yang tidak besar namun selalu penuh dengan aktivitas karena ta'mirnya dari madrasah dibantu jamaah sekitar.

                        "Nah.. anak-anak besok tidak boleh masbuk lagi sholatnya.. Ketika mendengar adzan maghrib harus segera ke langgar. Jangan di sawah terus. Mau jadi wong-wongan sawah?" kata pak ustadz. "Enggak ustadz.. Besok kita tidak telat lagi." kata anak-anak sambil cengar-cengir.

Malam menjelang. Anak-anak pulang dengan senter yang dibawa untuk penerangan. Jono turut pulang bersama rombongan anak-anak karena juga memang tidak punya senter. Akan lebih enak jika bareng-bareng teman. Karena bagi Jono yang penting ngumpul.

Setiba di rumah, bapak Jono sudah pulang dan tengah berbincang dengan ibu Jono. "Assalamualaikum" salam dari Jono. "Waalaikumsalam" jawab bapak ibunya. "Sudah pulan ngaji le?" tanya bapak Jono. "Loh Bapak sudah pulang toh.. Inggih pak, baru selesai ngaji bareng anak-anak." jawab Jono.

              "Gini le, bapak sama ibu rencana mau mendaftarkan kamu sekolah besok. Umur kamu kan sudah 6 tahun. Piye le?" tanya bapak Jono. "Bener pak? Daftar ke madrasah pak?" wajah Jono sumringah membayangkan Jono bisa main dan belajar pagi sama teman-temannya di madrasah. "Bapak mau daftarkan kamu ke SD Negeri le. Biar dapat bantuan dari pemerintah. Nanti biar seragam dan SPPmu gratis." bapak Jono menjelaskan. "Mau ya le?" tanya bapaknya meminta. "Saya pinginnya ke madrasah pak, biar bisa sekelas sama teman-teman." pinta Jono. "Begini le, bapak ibumu takut enggak bisa bayar SPPmu. Kalau di sekolah negeri kan nanti dapat bantuan. SPPmu bisa gratis. Kowe harus ngerti kondisi keluarga le. Mau ya, biar besok bapak yang antar pendaftaranmu" jelas bapak Jono dengan harapan Jono mau dengan permintaan bapaknya. Jono hanya diam dan mengangguk setuju dengan bapaknya. Meski di dalam hati Jono tidak setuju dengan bapaknya. Jono tetap harus ngerti beban keluarga.

Keesokan hari, sejuk udara pagi menyihir para warga untuk tetap di rumah. Dan perlahan mentari dari timur menembakkan sinar-sinar terang di antara rindang dedaunan dan ranting. Dengan panas perlahan menyadarkan para warga untuk segera beraktivitas.
             "Jono.. Jono.. tole.. ayo ke sekolah bapak daftarkan. Bapak harus segera ke tempat kerja.." panggil bapak Jono sambil tergopoh-gopoh sambil menyiapkan peralatan kuli. "Inggih pak. segera." sahut Jono.
Dengan dibonceng sepeda bapaknya, Jono hanya ikut. Sampai di sekolah, pandangan Jono tak terlepas dari teman-temannya. Memang letak madrasah bersebarangan dengan sekolah. Setelah pendaftaran selesai, bapak Jono segera berangkat kerja. Sementara Jono dititipkan di kelas bersama guru di sekolah. Jam pelajaran pun berganti. Guru keluar kelas dan akan ada guru mata pelajaran lain yang akan masuk. Mengambil waktu itu. Jono keluar untuk pergi ke  madrasah seberang sekolah untuk bisa bareng dengan teman-temannya. Seharian ia habiskan waktu dengan temannya di madrasah meski ketika harus nunggu di luar kelas madrasah.

Sekolah yang ditinggal baru tau ketika guru yang menjadi wali kelas 1 mendapati Jono ada di madrasah dan tidak di sekolah. Jono dipanggil dan diminta tidak mengulanginya lagi. Beberapa kali sering terjadi hal demikian. Hingga wali kelas Jono memanggil orang tua Jono. Bapak Jono yang mendengar hal itu, mencoba menenangkan diri. Jono diajak pulang. Tanpa kata-kata bapak Jono membonceng dengan sepedanya. Hingga tiba di rumah dan masuk. Duduk di atas dipan rotan bapaknya menunggu. Tampaknya begitu marah.Bapaknya begitu marah. Ibunya hanya bisa diam. Jono pun lari ke sawah sambil menangis tersedu-sedu.




------------------------
Apakah yang akan terjadi pada Jono? Bagaimana kisah selanjutnya? saya harus tidur dulu untuk melanjutkan mimpi ini.















Continue Reading...

Rabu, 24 September 2014

Resensi Novel 'Bait-bait Suci Gunung Rinjani'


Identitas Buku
Judul               : Bait-bait Suci Gunung Rinjani
Pengarang       : Khairul ‘Ujang’ Siddiq
Penerbit           : Dian Rakyat
Tebal buku      : 310 halaman
Cetakan           : Cetakan pertama 2009

Kepengarangan
Khaerul Siddiq, atau lebih dikenal dengan Ujang Anjalis. Anjalis akronim nama dari Anak-anak Jalanan Islam. Dengan latar belakang sebagai anak jalanan yang tidak bisa melanjutkan sekolah namun tetap bisa memberikan karya dan sumbangsih pada masyarakat. Kehidupan yang terbiasa dengan keras dan panasnya kota lantas tak membuatnya larut. Malah kian membangkitkan semangatnya untuk tetap bermanfaat dan menjaga interaksi dengan Allah SWT. Mulai naik gunung, mengamen hingga memberdayakan anak-anak jalanan di Sanggar Potensi Anak Negeri. Dan selanjutnya mengeluarkan album bersama anak-anak jalanan dan novel  ‘Bait-bait Suci Gunung Rinjani’. Subhanallah.
Sinopsis
Fajar, tokoh utama dari novel ini. Adalah seorang pemuda asal Jakarta yang nyantri di Sukabumi. Daerah asal uminya. Dari umi seorang guru dan abi seorang ustadz, Fajar tumbuh sebagai pemuda yang santun, berikut juga adiknya, Intan. Sepeninggal abinya, Fajar diharapkan sebagai pemuda yang kuat dan bertanggung jawab laiknya abi. Untuk itu selain nyantri di Sukabumi, ia juga berternak ikan di kolam tak jauh dari pesantren sekaligus mengunjungi neneknya. Fajar suka tadabur alam, salah satunya adalah mendaki gunung. Dari sinilah, novel ini memulai kisahnya.
Di suatu libur di pesantren, Fajar bersama sahabatnya, Bambang, melakukan pendakian ke Gunung Rinjani, Lombok. Perjalanan dari Jakarta hingga menggapai ke puncak ia lakukan bersama Bambang dengan konyol dan hangatnya persahabatan khas pendaki. Watak Bambang yang jenaka ala anak ibukota mengimbangi dengan watak Fajar yang dewasa menjadi perjalanan yang menyenangkan. Pun ketika turun kembali ke basecamp di pos terakhir. Namun kisah yang sebenarnya dimulai dari sini.
Di pos terakhir Fajar dan Bambang bertemu dengan rombongan dari Bandung. Mereka adalah Ria, gadis tomboy yang cantik. Robi, pemimpin rombongan bersama pacarnya, Anis. Dan Aldo, cowok yang berusaha mendapatkan Ria, namun Ria tak menggubrisnya. Ria dan rombongan menyapa Fajar dan Bambang yang terlihat turun dari puncak untuk berkenalan dan meminta informasi kondisi di puncak. Saat Ria mengulurkan tangannya ke Fajar, lantas Fajar dengan senyum menelangkupkan telapak tanganya sebagai isyarat Fajar tidak mau bersentuhan dengan wanita yang bukan muhrimnya. Ia berpendirian teguh pada agamanya. Hal inilah yang membuat Ria penasaran dengan Fajar dan bahkan suka menggoda Fajar hingga Fajar acap kali jengkel dengannya. Memang watak Fajar dan Ria berbanding terbalik. Namun Fajar tetap tenang dengan perangainya yang santun.
Tragedipun terjadi saat Anis terkena hipotermia, namun Fajar dan Bambang juga ikut menolong Anis hingga keadaan membaik. Hal inilah yang memutuskan Robi dan timnya tidak muncak. Robi dan timnya memutuskan untuk ke Segara Anakan bersama Fajar dan Bambang esok harinya. Hingga ke Segara Anakan pun Ria tetap tak henti menggoda Fajar. Bahkan Ria berazzam akan ke puncak Rinjani suatu hari berdua bersama Fajar. Fajar lantas menolak, karena ia tak mungkin berdua dengan perempuan yang bukan muhrimnya. Perpisahan pun tiba saat Fajar dan Bambang harus kembali ke Jakarta sementara Robi dan timnya masih ada keperluan lain.
Fajar adalah pribadi yang baik. Di usianya saat ini, Fajar memang sudah pantas untuk menikah. Lantas Intan menjodohkan kakaknya itu dengan Imel, sahabat dekat Intan. Namun ketika azzam sudah diteguhkan sepasang kekasih ini, justru tragis kisah cinta yang dialami keduanya. Fajarpun berusaha melupakan wajah yang dikasihinya itu. Tak mau lama dalam kesedihan, Fajar mengunjungi teman lamanya di jalanan ibukota. Di sana Fajar melihat fenomena jalanan yang keras, mengusik jiwa sosialnya.
Libur pesantren berakhir, Fajar kembali ke Sukabumi. Membantu sesama adalah kesenangannya. Tak disangka ia bertemu dengan Anis. Anis kembali mengajak Fajar ke Gunung Rinjani dengan maksud napak tilas. Atas ijin dari umi dan pesantren, Fajar mengiyakan permintaan Anis.
Bait-bait Suci Gunung Rinjani, judul novel ini sangat indah menggambarkan kisahnya. Ria memenuhi janjinya ke puncak berdua bersama Fajar, tanpa harus Fajar melanggar tuntunan agamanya. Novel yang menggugah.
Kelebihan Buku
-          Menginspirasi untuk tadabur alam dengan prosedur dan tujuan yang mengena.
-          Mengemas pendakian, sosialitas dan kisah cinta dengan balutan dakwah.
-          Tidak terlalu tebal dengan judul yang luar biasa menggambarkan bait-bait sucinya.
Kekurangan Buku
-          Kisah umi dan abi memang syarat akan dakwah dan menjadi bagian yang enak dalam cerita, tapi sangat ditakutkan pembaca terjebak dalam kisah ini.
Kecocokan Buku
-          Novel ini sangat cocok untuk dibaca oleh para pendaki, pendakwah, pelajar/santri khususnya muda-mudi. Karena sosialitas di kehidupan jalanan, lingkungan keluarga dan pesantren, dan latar alam sangat mengalir.

Diresensi oleh:
Davit Evendi (089635550548)

Continue Reading...

Selasa, 02 September 2014

Teknik Menulis Resensi Buku








~dan…kebahagiaan akan berlipat ganda jika dibagi dengan orang lain~
(Paulo Coelho dalam novel “Di Tepi Sungai Piedra”)


Beruntung orang yang suka membaca buku. Mereka yang gemar membaca buku akan terbuka wawasannya, tidak kuper dan cupet pandangan. Mereka akan mendapatkan informasi selain yang dipikirkannya selama ini, begitu juga referensi dan pengetahuannya akan bertambah luas. Inilah sebenarnya investasi berharga sebagai modal untuk mengarungi kehidupannya. Orang yang menyukai aktivitas membaca, biasanya mereka tidak akan terjebak dalam pola berpikir sempit ketika menghadapi problem-problem penting yang terjadi di dunia. Dalam kehidupan nyata juga berpeluang besar punya potensi dan kecenderungan yang bijak dalam mensikapi kejadian-kejadian keseharian di sekitarnya.

 Tapi, bagi orang yang ingin berbuat lebih dan mau berbagi ilmu kepada orang lain, membaca saja tak cukup. Mereka perlu memiliki ketrampilan lagi yaitu ketrampilan meresensi buku (berbagi bacaan). Sebelum melangkah kepada teknik ringkas meresensi buku, ada beberapa hal penting mengapa resensi perlu dibuat. Tujuannya, diantaranya sebagai berikut,
Continue Reading...

Followers

Social Media

Follow Twitter Add Facebook