Kamis, 25 September 2014

Mimpi Bocah Gembala

Share it Please
Mimpi itu memang aneh. Kalo ga aneh bukan mimpi katanya. Ya memang begitulah. Fenomena yang dialami saat kita tidur. Kita bisa melihat hal-hal yang kadang tidak kita temui di dunia nyata. Dan saat kita tengah masuk dalam kisah mimpi kita akan sering lupa untuk menceritakan kisah itu dalam dunia nyata pada orang lain. Begitu bukan?
Saya mencoba menuliskan beberapa potongan mimpi dalam sebuah kisah.
----------------------------

Gambar: kopicopi.blogspot.com

Jono, begitu kisah seorang bocah penggembala yang hanya punya kambing betina dengan 3 cempenya. Kambing itu adalah punya keluarga. Bapak dan Ibu Jono buruh serabutan. Jika ada orang butuh kuli batu atau buruh di sawah, diambillah pekerjaan itu. Begitu Jono kadang juga membantu kedua orang tuanya jika sedang mburuh.

Kumandang adzan maghrib dan gonggongan anjing para gladak saling beradu. Memanjat waktu meninggalkan sawah ladang untuk sholat. Sementara para gladak masih memburu tupai atau bajing di semak-semak sawah dan pohon kelapa yang sudah hendak berdiam dengan angin.

         "Guk.. guk.." anjing-anjing mencari tupai. Nafasnya terengah-engah sambil menjulurkan lidah. "Haa.. haa.. heaa.." tak mau ketinggalan para gladak mengikuti anjing-anjingnya.

                 "Haa.. haa.. ayo.. itu cari bajingnya" teriak Jono dengan kawan-kawannya yang ikut para gladak. Kaki bekas rendaman lumpur dan sekujur badan yang berdebu tanah membalut bocah itu. Meski kumandang adzan maghrib dari langgar kampung akan selesai, tak membuat bocah-bocah itu untuk pulang ke rumah. Sorot lampu senter para gladak berperang melawan gelap malam yang menjelang saat sang surya meninggalkan mereka. Jono melepas tali kambing betina dan menggiring pulang cempe-cempenya. Rumah tembok setengah bambu dengan bola lampu pijar samar terlihat. Ibunya juga baru pulang mburuh di sawah tetangga. Sementara bapaknya yang nguli belum pulang.

            "Kowe dari mana le? Kok baru pulang. Sudah cepet mandi dulu sana." Ibu menyuruh Jono agar mandi duluan sementara ibunya menyiapkan makan malam karena sebentar lagi ayah Jono pasti segera pulang. "Inggih bu."

                  "Ah.. segarnya air ini.." Sambil mengguyurkan air ke seluruh badannya. Ia basuh tangan-tangan yang lebam. Kaki-kaki penuh lumpur tanah dicucinya sampai bersih. seperti bersihnya bak mandi yang ditaruh ikan cakar maut untuk memakan lumut-lumut. Gayung plastik bekas sabun colek dipakainya. Digosok seluruh badannya dengan batu apung dan sedikit sabun di bibir bak mandi yang letaknya memang berdekatan.

Keluarga Jono adalah keluarga yang tidak begitu perhatian dengan agama. Yang penting bisa makan dan hidup tenang dengan keluarga sudah cukup buat mereka. Harapannya adalah pada Jono nanti semoga jadi orang yang lebih berada. Bersama kambing yang digembala Jono adalah harta yang harus dijaga oleh Jono untuk kebutuhan perut keluarga.

Jono berlari menghampiri teman-temanya yang hendak ke langgar. Sudah lumayan terlambat untuk sholat maghrib dan segera sholat agar saat ngaji tidak kena marah ustadz. Bukan niat karena sholat atau ngaji Jono bisa di langgar. Tapi karena ingin terus bersama teman-temannya Jono ada di situ. Kalau temannya tidak ngaji mungkin dia juga tidak akan ngaji. Dengan jalan tergopoh-gopoh mereka datang ke langgar yang terletak di samping Madrasah. Karena langgar itu dibangun dengan dana dari madrasah dan warga sekitar. Langgar yang tidak besar namun selalu penuh dengan aktivitas karena ta'mirnya dari madrasah dibantu jamaah sekitar.

                        "Nah.. anak-anak besok tidak boleh masbuk lagi sholatnya.. Ketika mendengar adzan maghrib harus segera ke langgar. Jangan di sawah terus. Mau jadi wong-wongan sawah?" kata pak ustadz. "Enggak ustadz.. Besok kita tidak telat lagi." kata anak-anak sambil cengar-cengir.

Malam menjelang. Anak-anak pulang dengan senter yang dibawa untuk penerangan. Jono turut pulang bersama rombongan anak-anak karena juga memang tidak punya senter. Akan lebih enak jika bareng-bareng teman. Karena bagi Jono yang penting ngumpul.

Setiba di rumah, bapak Jono sudah pulang dan tengah berbincang dengan ibu Jono. "Assalamualaikum" salam dari Jono. "Waalaikumsalam" jawab bapak ibunya. "Sudah pulan ngaji le?" tanya bapak Jono. "Loh Bapak sudah pulang toh.. Inggih pak, baru selesai ngaji bareng anak-anak." jawab Jono.

              "Gini le, bapak sama ibu rencana mau mendaftarkan kamu sekolah besok. Umur kamu kan sudah 6 tahun. Piye le?" tanya bapak Jono. "Bener pak? Daftar ke madrasah pak?" wajah Jono sumringah membayangkan Jono bisa main dan belajar pagi sama teman-temannya di madrasah. "Bapak mau daftarkan kamu ke SD Negeri le. Biar dapat bantuan dari pemerintah. Nanti biar seragam dan SPPmu gratis." bapak Jono menjelaskan. "Mau ya le?" tanya bapaknya meminta. "Saya pinginnya ke madrasah pak, biar bisa sekelas sama teman-teman." pinta Jono. "Begini le, bapak ibumu takut enggak bisa bayar SPPmu. Kalau di sekolah negeri kan nanti dapat bantuan. SPPmu bisa gratis. Kowe harus ngerti kondisi keluarga le. Mau ya, biar besok bapak yang antar pendaftaranmu" jelas bapak Jono dengan harapan Jono mau dengan permintaan bapaknya. Jono hanya diam dan mengangguk setuju dengan bapaknya. Meski di dalam hati Jono tidak setuju dengan bapaknya. Jono tetap harus ngerti beban keluarga.

Keesokan hari, sejuk udara pagi menyihir para warga untuk tetap di rumah. Dan perlahan mentari dari timur menembakkan sinar-sinar terang di antara rindang dedaunan dan ranting. Dengan panas perlahan menyadarkan para warga untuk segera beraktivitas.
             "Jono.. Jono.. tole.. ayo ke sekolah bapak daftarkan. Bapak harus segera ke tempat kerja.." panggil bapak Jono sambil tergopoh-gopoh sambil menyiapkan peralatan kuli. "Inggih pak. segera." sahut Jono.
Dengan dibonceng sepeda bapaknya, Jono hanya ikut. Sampai di sekolah, pandangan Jono tak terlepas dari teman-temannya. Memang letak madrasah bersebarangan dengan sekolah. Setelah pendaftaran selesai, bapak Jono segera berangkat kerja. Sementara Jono dititipkan di kelas bersama guru di sekolah. Jam pelajaran pun berganti. Guru keluar kelas dan akan ada guru mata pelajaran lain yang akan masuk. Mengambil waktu itu. Jono keluar untuk pergi ke  madrasah seberang sekolah untuk bisa bareng dengan teman-temannya. Seharian ia habiskan waktu dengan temannya di madrasah meski ketika harus nunggu di luar kelas madrasah.

Sekolah yang ditinggal baru tau ketika guru yang menjadi wali kelas 1 mendapati Jono ada di madrasah dan tidak di sekolah. Jono dipanggil dan diminta tidak mengulanginya lagi. Beberapa kali sering terjadi hal demikian. Hingga wali kelas Jono memanggil orang tua Jono. Bapak Jono yang mendengar hal itu, mencoba menenangkan diri. Jono diajak pulang. Tanpa kata-kata bapak Jono membonceng dengan sepedanya. Hingga tiba di rumah dan masuk. Duduk di atas dipan rotan bapaknya menunggu. Tampaknya begitu marah.Bapaknya begitu marah. Ibunya hanya bisa diam. Jono pun lari ke sawah sambil menangis tersedu-sedu.




------------------------
Apakah yang akan terjadi pada Jono? Bagaimana kisah selanjutnya? saya harus tidur dulu untuk melanjutkan mimpi ini.















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Followers

Social Media

Follow Twitter Add Facebook